Apa itu Transfer Payment? Perkembangan & Tantangannya bagi Bisnis
Perkembangan teknologi telah mengubah cara masyarakat melakukan transaksi keuangan. Jika dahulu pembayaran harus dilakukan secara tatap muka dan menggunakan uang tunai, kini proses tersebut dapat diselesaikan hanya dalam hitungan detik melalui sistem transfer payment.
Transfer payment atau pembayaran melalui transfer, merupakan metode pemindahan dana secara elektronik dengan memanfaatkan jaringan internet.
Sistem ini memungkinkan individu maupun bisnis melakukan transaksi menggunakan berbagai kanal, seperti kartu debit, kartu kredit, virtual account, atau e-wallet tanpa perlu hadir secara fisik.
Kemudahan, kecepatan, dan fleksibilitas yang ditawarkan membuat transfer payment menjadi pilihan utama dalam berbagai aktivitas ekonomi.
Tidak hanya efisien bagi konsumen, sistem ini juga memberikan keuntungan besar bagi pelaku bisnis yang ingin menghadirkan pengalaman pembayaran yang aman, praktis, dan modern. Lalu apa itu transfer payment simak penjelasannya dalam artikel berikut ini.
Baca Juga: Online Payment Adalah: Pengertian, Jenis, Cara Kerja, & Contohnya
Apa itu Transfer Payment?
Transfer payment adalah proses pemindahan dana dari satu pihak ke pihak lain secara elektronik tanpa melibatkan pertukaran uang tunai.
Sistem ini memungkinkan transaksi dilakukan dengan cepat, aman, dan dapat dilacak melalui jaringan perbankan atau penyedia layanan pembayaran digital.
Dalam konteks bisnis, transfer payment mencakup berbagai aktivitas keuangan seperti pembayaran di e-commerce, pembayaran supplier, penggajian karyawan, distribusi komisi, hingga refund pelanggan.
Seluruh proses dilakukan secara mudah melalui sistem yang terintegrasi, sehingga mengurangi risiko kesalahan manual dan mempercepat aliran dana antara pihak.
Transfer payment sering dibedakan menjadi dua jenis utama:
- Transfer Domestik, yaitu pemindahan dana dalam satu negara dan biasanya melibatkan sistem perbankan lokal.
- Transfer Internasional (Cross-Border Payment), yaitu transfer lintas negara yang menggunakan jaringan global seperti SWIFT atau sistem pembayaran digital berbasis fintech.
Dengan semakin majunya infrastruktur keuangan digital, sistem transfer payment kini tidak hanya menjadi alat transaksi, tetapi juga bagian penting dari strategi efisiensi operasional dan tata kelola keuangan perusahaan.
Baca Juga: Paylater adalah: Pengertian, Manfaat & Resiko bagi Bisnis
Evolusi dan Perkembangan Sistem Transfer Payment
Perjalanan sistem transfer payment di Indonesia berlangsung melalui berbagai tahapan transformasi, mulai dari proses manual hingga hadirnya infrastruktur pembayaran digital real-time.
Setiap era membawa inovasi baru yang tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional.
Era Manual (Pra-1980-an)
Sebelum teknologi digital diterapkan, proses transfer dana dilakukan secara manual melalui sistem kliring konvensional. Instruksi transfer dikirim dalam bentuk dokumen fisik dan diverifikasi oleh petugas bank secara bertahap.
Setiap transaksi membutuhkan pencatatan manual dan konfirmasi antarbank, sehingga penyelesaian dapat memakan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu.
Pada masa ini, kecepatan transaksi sangat bergantung pada kapasitas administrasi dan komunikasi antarcabang bank.
Era Awal Digitalisasi (1990–2000)
Memasuki dekade 1990-an, sistem keuangan mulai mengalami modernisasi melalui penerapan Electronic Funds Transfer (EFT) dan Electronic Data Interchange (EDI).
Teknologi ini menjadi dasar digitalisasi sistem pembayaran, menggantikan sebagian proses manual dengan format data elektronik yang lebih cepat dan aman.
Meski belum sepenuhnya real-time, inovasi ini membuka jalan bagi terbentuknya sistem pembayaran nasional berbasis elektronik yang lebih efisien dan terstandar.
Era Sistem Pembayaran Elektronik (2000–2015)
Transformasi besar dimulai pada 17 November 2000 dengan peluncuran Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Sistem ini memungkinkan penyelesaian transaksi antarbank bernilai besar secara real-time dan individual (gross basis), sehingga mempercepat proses sekaligus mengurangi risiko likuiditas.
Beberapa tahun kemudian, sekitar 2004–2005, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dikembangkan untuk melayani transaksi ritel dengan nilai lebih kecil.
Berbeda dengan RTGS yang bersifat real-time, SKNBI menggunakan mekanisme batch settlement pada periode tertentu, sehingga lebih efisien untuk volume transaksi yang tinggi.
Selanjutnya, pada 2014, pemerintah melalui Bank Indonesia meluncurkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) guna mempercepat adopsi transaksi elektronik dan mengurangi ketergantungan terhadap uang tunai di masyarakat.
Era Fintech dan Payment Gateway (2015–2020)
Periode ini ditandai oleh pesatnya pertumbuhan industri financial technology (fintech) yang memperkenalkan berbagai inovasi dalam sistem pembayaran digital.
Munculnya payment gateway lokal seperti Pivot, Midtrans, Xendit, DOKU, dan iPaymu mempermudah integrasi pembayaran untuk sektor e-commerce dan Software as a Service (SaaS).
Selain itu, penggunaan virtual account menjadi semakin populer karena memudahkan proses rekonsiliasi otomatis antar transaksi.
Integrasi berbasis Application Programming Interface (API) Payment juga mulai banyak diterapkan oleh bisnis, baik untuk mengotomatisasi penerimaan pembayaran (accept payments) maupun untuk proses pembayaran massal (disbursement) seperti gaji karyawan, insentif, atau refund pelanggan, yang dapat diintegrasikan dengan mudah ke semua aplikasi atau website bisnis.
Di sisi lain, pertumbuhan e-wallet seperti OVO, GoPay, Dana, dan ShopeePay memperluas akses masyarakat terhadap sistem pembayaran digital ritel, sekaligus mendorong inklusi keuangan di berbagai sektor.
Era BI-FAST dan Pembayaran Real-Time (2021–Sekarang)
Tonggak penting berikutnya terjadi pada 21 Desember 2021 ketika Bank Indonesia resmi meluncurkan sistem BI-FAST.
Layanan ini memungkinkan transfer dana antarbank dilakukan secara real-time selama 24 jam, tujuh hari seminggu, dengan waktu penyelesaian transaksi yang umumnya kurang dari 10 detik.
BI-FAST juga hadir dengan biaya transaksi yang jauh lebih rendah dibandingkan sistem sebelumnya maksimal Rp 2.500 per transaksi, tanpa batasan minimum nominal seperti pada RTGS.
Sistem ini mendukung berbagai skenario transaksi (use case), termasuk person-to-person (P2P), person-to-merchant (P2M), dan government-to-person (G2P), menjadikannya tulang punggung utama sistem pembayaran ritel nasional.
Contoh Aplikasi Nyata Transfer Payment, Data, & Dampaknya
Evolusi transfer payment yang ada di Indonesia sangat berdampak pada perkembangan ekonomi di Indonesia. Menurut laporan e-Conomy SEA 2024, nilai ekonomi digital Indonesia telah mencapai sekitar USD 90 miliar, didorong oleh pesatnya adopsi pembayaran digital.
Pertumbuhan transaksi melalui payment gateway, virtual account, dan e-wallet terus meningkat, terutama di sektor e-commerce dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Beberapa contoh penerapan nyata:
- Platform e-commerce menggunakan payment gateway untuk mengelola pembayaran dengan berbagai metode.
- Layanan SaaS menggunakan direct debit atau kartu kredit/debit untuk otomatisasi pembayaran berulang.
- Sistem keuangan perusahaan memanfaatkan API payout untuk disbursement gaji dan pembayaran vendor.
- UMKM mengintegrasikan QRIS dan BI-FAST untuk transaksi ritel harian.
Tantangan dalam Sistem Transfer Payment
Meski sistem transfer payment di Indonesia telah berkembang pesat dan semakin efisien, implementasinya di lapangan masih menghadapi sejumlah tantangan.
Kompleksitas sistem keuangan, regulasi yang terus diperbarui, hingga dinamika teknologi menjadi faktor yang perlu diperhatikan oleh pelaku bisnis dan lembaga keuangan dalam mengoptimalkan proses pembayaran digital.
1. Interoperabilitas Antarsistem Pembayaran
Salah satu tantangan utama adalah kurangnya interoperabilitas antarsistem dan penyedia layanan pembayaran.
Meski infrastruktur seperti BI-FAST dan QRIS telah mendorong integrasi, banyak sistem payment gateway, e-wallet, dan API pembayaran yang masih beroperasi secara tertutup.
Akibatnya, proses integrasi antarplatform sering kali membutuhkan waktu dan biaya tambahan, terutama bagi bisnis yang menggunakan lebih dari satu penyedia layanan pembayaran.
Upaya Bank Indonesia untuk memperluas interoperabilitas melalui kebijakan SNAP (Standar Nasional Open API Pembayaran) menjadi langkah penting, namun penerapannya masih memerlukan penyesuaian teknis dan kolaborasi lintas industri yang kuat.
Baca Juga: Fraud Detection System: Cara Kerja, & Manfaatnya Bagi Bisnis
2. Keamanan Data dan Risiko Cyber Fraud
Pertumbuhan volume transaksi digital berbanding lurus dengan meningkatnya ancaman keamanan siber. Risiko seperti phishing, account takeover, dan manipulasi data keuangan menjadi perhatian utama dalam sistem transfer payment.
Meskipun sebagian besar penyedia layanan telah menerapkan enkripsi data, two-factor authentication (2FA), serta sertifikasi keamanan seperti PCI DSS dan ISO 27001, kesadaran pengguna dan kebijakan keamanan internal perusahaan masih menjadi faktor penentu utama dalam mencegah kebocoran data.
Kolaborasi antara lembaga keuangan, regulator, dan penyedia teknologi diperlukan untuk memperkuat sistem deteksi dan respons terhadap potensi ancaman siber.
3. Kepatuhan terhadap Regulasi dan Standar Internasional
Sistem pembayaran modern tidak hanya dituntut efisien, tetapi juga patuh terhadap ketentuan hukum dan regulasi.
Di Indonesia, implementasi transfer payment harus memenuhi ketentuan Peraturan Bank Indonesia (PBI) serta ketentuan terkait Anti-Money Laundering and Combating the Financing of Terrorism (AML/CFT).
Selain itu, bagi bisnis yang beroperasi lintas negara, diperlukan kepatuhan terhadap standar internasional seperti SWIFT Compliance Framework dan regulasi perlindungan data seperti General Data Protection Regulation (GDPR).
Ketiadaan sistem kepatuhan yang memadai dapat menimbulkan risiko hukum dan reputasi bagi institusi keuangan maupun perusahaan pengguna.
4. Efisiensi Biaya dan Infrastruktur
Meskipun biaya transaksi BI-FAST dan sistem pembayaran digital lain relatif lebih rendah dibandingkan metode konvensional, efisiensi biaya tetap menjadi perhatian, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah.
Selain itu, perbedaan infrastruktur antarbank atau penyedia layanan juga dapat menyebabkan variasi biaya implementasi dan pemeliharaan sistem.
Kesenjangan infrastruktur digital antara wilayah perkotaan dan daerah juga berpengaruh terhadap kecepatan adopsi sistem pembayaran elektronik.
Pemerataan akses internet dan edukasi digital menjadi prasyarat penting untuk mendorong inklusi keuangan yang berkelanjutan.
Baca Juga: Direct Debit Adalah: Pengertian, Cara Kerja, dan Manfaat untuk Bisnis
5. Adaptasi Teknologi dan Literasi Keuangan Digital
Tantangan lain adalah kesenjangan literasi digital antara penyedia layanan, pelaku bisnis, dan pengguna akhir.
Tidak semua perusahaan memiliki sumber daya untuk mengadopsi sistem API payment atau mengintegrasikan payment gateway ke dalam infrastruktur internal.
Diperlukan upaya edukasi dan pendampingan agar pelaku usaha memahami manfaat serta cara kerja sistem transfer payment modern.
Dukungan pemerintah dan lembaga keuangan dalam bentuk pelatihan, panduan teknis, dan inisiatif kolaboratif dapat mempercepat proses adaptasi ini.
Bagaimana Bisnis dalam Mengelola Transfer Payment
Dalam bisnis mengelola sistem transfer payment secara efektif bukan hanya persoalan teknis, tetapi bagian penting dari strategi keuangan dan operasional perusahaan.
Dengan volume transaksi yang terus meningkat dan ekspektasi pasar terhadap kecepatan serta keamanan yang tinggi, bisnis perlu membangun pendekatan yang sistematis dan terukur dalam mengoptimalkan sistem pembayaran seperti:
Baca Juga: Recurring Payment: Pengertian, Keuntungan, & Contohnya
1. Integrasi Sistem Pembayaran dengan Platform Internal
Langkah pertama dalam memperkuat tata kelola transfer payment adalah memastikan sistem pembayaran terintegrasi langsung dengan platform bisnis internal, seperti Enterprise Resource Planning (ERP), Human Resource Information System (HRIS), atau corporate finance system.
Integrasi ini memungkinkan otomatisasi proses penggajian, pembayaran vendor, maupun refund pelanggan tanpa memerlukan intervensi manual.
Dengan menggunakan Application Programming Interface (API) dari bank atau payment gateway, perusahaan dapat mengefisienkan alur transaksi sekaligus meningkatkan akurasi pencatatan keuangan.
2. Pemilihan Mitra dan Infrastruktur Pembayaran yang Tepat
Pemilihan mitra penyedia layanan pembayaran menjadi faktor kunci dalam menjaga kelancaran transaksi.
Bisnis perlu memastikan bahwa penyedia tersebut memiliki sertifikasi keamanan seperti PCI DSS dan ISO 27001, serta diawasi oleh otoritas resmi seperti Bank Indonesia.
Selain itu, penting untuk menilai kapabilitas teknologi mitra dalam mendukung transaksi real-time, menyediakan laporan transaksi terperinci, dan memiliki sistem redundansi yang dapat menjamin ketersediaan layanan (uptime reliability) di atas 99%.
3. Penerapan Prosedur Keamanan dan Pengawasan Internal
Keamanan tidak hanya menjadi tanggung jawab penyedia layanan, tetapi juga bagian dari kebijakan internal perusahaan.
Penerapan two-factor authentication (2FA), fraud detection system, enkripsi data, serta role-based access control dapat mencegah potensi penyalahgunaan akses keuangan.
Selain itu, perusahaan disarankan memiliki sistem audit trail dan real-time monitoring dashboard yang dapat mendeteksi aktivitas mencurigakan sejak dini.
Pengawasan dan pengendalian risiko 24 jam dan prosedur eskalasi insiden juga penting untuk menjaga keberlanjutan bisnis (business continuity).
4. Optimalisasi Biaya dan Efisiensi Operasional
Penggunaan sistem seperti BI-FAST dapat membantu perusahaan menekan biaya transfer antarbank yang sebelumnya relatif tinggi.
Namun, efisiensi tidak hanya diukur dari biaya transaksi, tetapi juga dari kecepatan proses dan penghematan sumber daya manusia.
Melalui otomatisasi bulk payment dan scheduled disbursement, tim keuangan dapat mengurangi beban administratif dan meminimalkan risiko kesalahan manual.
Hasilnya adalah arus kas yang lebih terencana dan transparan.
5. Kepatuhan terhadap Regulasi dan Standar Keuangan
Dalam konteks bisnis yang terhubung dengan berbagai lembaga keuangan, kepatuhan terhadap regulasi menjadi aspek non-negotiable.
Perusahaan harus memastikan bahwa seluruh aktivitas transfer payment mematuhi kebijakan Anti-Money Laundering (AML), Combating the Financing of Terrorism (CFT), serta regulasi Know Your Customer (KYC) yang ditetapkan oleh otoritas terkait.
Audit rutin dan evaluasi terhadap mitra pembayaran juga perlu dilakukan untuk memastikan setiap transaksi berjalan sesuai dengan standar hukum dan kebijakan internal perusahaan.
6. Pemanfaatan Analitik dan Pelaporan Keuangan Digital
Salah satu keunggulan utama dari sistem transfer payment modern adalah kemampuan untuk menghasilkan data transaksi yang terstruktur secara real-time.
Data ini dapat dimanfaatkan untuk analisis arus kas, pengelolaan risiko likuiditas, serta perencanaan keuangan jangka panjang.
Dengan dukungan business intelligence tools atau data visualization dashboard, manajemen dapat memantau performa keuangan secara real-time dan membuat keputusan berbasis data (data-driven decision making).
Secara keseluruhan, penerapan transfer payment di era sekarang sudah menjadi standar dan keharusan strategis. Ini tentu akan memberikan nilai tambah bagi bisnis yang ingin tetap kompetitif di era digital.
Namun tidak hanya menyediakan 1 metode transfer payment, bisnis akan mendapatkan keuntungan lebih banyak jika dapat menyediakan beragam metode pembayaran. Salah satunya adalah dengan mengintegrasikan sistemnya dengan layanan payment gateway.
Salah satu payment gateway terbaik yang dapat memberikan solusi untuk itu semua adalah payment gateway Pivot. Hanya dengan satu kali integrasi API berstandar SNAP, Pivot memungkinkan bisnis menerima pembayaran dari lebih dari 25 metode pembayaran lokal dan internasional mulai dari transfer payment bank, kartu kredit/debit lokal maupun internasional, e-wallet, QRIS, cicilan bank, hingga PayLater.
Pivot telah berlisensi resmi dari Bank Indonesia sebagai Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) Level 1 serta memiliki sertifikasi internasional seperti PCI DSS Level 1 dan ISO 27001. Selain itu ada kelebihan lainnya yang dapat Anda dapatkan, diantaranya:
- Pencairan dana real-time untuk metode pembayaran tertentu.
- Tarif transaksi yang kompetitif, bahkan termasuk salah satu yang termurah di pasar.
- Status pembayaran real-time, pembaruan saldo otomatis, dan rekonsiliasi terintegrasi dalam satu dashboard.
- Transaksi aman berkat teknologi deteksi fraud terbaru, enkripsi kartu, hingga sistem pengawasan dan pengendalian risiko 24 jam setiap hari.
- Halaman checkout/pembayaran dapat dikustomisasi seluruhnya melalui integrasi API atau menggunakan halaman siap pakai.
- Seamless checkout experience yang meningkatkan konversi pelanggan.
- Dukungan customer service yang sigap dan solutif.
- Mendukung payout global ke lebih dari 30 negara, praktis untuk pembayaran ke supplier maupun partner bisnis internasional.
Kabar baik, Pivot memiliki program spesial akhir tahun yaitu Pivot ScaleUp Program.
Bagi bisnis yang mendaftar dan bergabung dengan Pivot di antara 1 September hingga 31 Desember 2025 akan mendapatkan subsidi biaya transaksi payment dan payout sebesar Rp 1.000.000.000 selama 1 tahun (penawaran terbatas, T&C berlaku).
Kesempatan ini terbuka bagi semua bisnis di Indonesia, namun berlaku seleksi sesuai kriteria yang berlaku. Yuk klik tombol di bawah ini untuk mendaftar sekarang juga!
